Senin, 27 Mei 2013

Istana Kepresidenan Yogyakarta



  Senin, 27 Mei 2013   ||   17 Rajab 1434 H   ||   08:07:23


http://dirrga.com/indonesia/istana-negara/istana-negara-yogyakarta/Top of Form
Bottom of Form

Istana Kepresidenan Yogyakarta terletak di ujung selatan Jalan Akhmad Yani (yang dahulu jalan Malioboro); Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kotamadya Yogyakarta. Kompleks ini dibangun di atas lahan seluas 43.585 meter persegi, sejak didirikannya Istana Yogyakarta tidak banyak berubah. Di halaman serambi depan tampak sebuah patung raksasa penjaga pintu (dwarapala) setinggi dua meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba (yang oleh orang Yogyakarta disebut Tugu Lilin) setinggi tiga setengah meter, yang senantiasa menyalakan api semu di puncaknya. Tugu ini terbuat dari batu andesit. Halaman belakang istana ditumbuhi oleh pepohonan besar dan tinggi yang dedaunannnya amat lebat dan rindang sehingga tampak seakan merindangi bangunan istana. Istana Kepresidenan Yogyakarta dikenal juga dengan nama Gedung Agung atau Gedung Negara, salah satu fungsi gedung utama istana, yaitu sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung.
Istana Kepresidenan Dari Depan Riwayat Istana Kepresidenan Yogyakarta bermula dari rumah kediaman resmi Residen Ke-18 di Yogyakarta (1823 – 1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan pemrakarsa pembangunan Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 oleh A. Payen yaitu arsitek yang ditunjuk oleh gubernur jenderal Hindia Belanda. Pembangunan gedung ini sempat tertunda karena pecahnya Perang Diponegoro (1825 – 1830) dan dilanjutkan setelah perang itu usai (1832). Beberapa gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E. Jesper (1926 – 1927); P.R.W. van Gesseler Verschuur (1929 – 1932); H.M. de Kock (1932 – 1935); J. Bijlevel (1935 – 1940); serta L. Adam (1940 – 1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Gdung Induk R. Garuda Pada tanggal 6 Januari 1946 Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia setelah pemerintah Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejak saat itu Gedung Agung berubah menjadi Istana Kepresidenan, rumah kediaman Presiden Soekarno, Presiden I RI beserta keluarganya.
Pada tanggal 28 Desember 1949, Presiden berpindah ke Jakarta, sehingga istana ini tidak lagi menjadi tempat kediaman Presiden. Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada masa dinas Presiden II RI, sejak tanggal 17 April 1988, Istana Kepresidenan Yogyakarta/Gedung Agung juga digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Parade Senja pada setiap tanggal 17, di samping untuk Acara Perkenalan Taruna-taruna Akabri Udara yang Baru, dan sekaligus Acara Perpisahan Para Perwira Muda yang Baru lulus dengan Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan sejak 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk DI Yogyakart

http://www.presidenri.go.id/istana/index.php/statik/sejarah/yogya.html
kediaman resmi residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda. Ini berawal dari keinginan adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda. Arsiteknya bernama A. Payen; dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu. Gaya bangunannya mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda. Musibah / gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman resmi residen Belanda itu runtuh. Namun bangunan baru didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.
Sejarah juga mencatat bahwa pada tanggal 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi residen, melainkan gubernur. Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 tersebut menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang. Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E Jasper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), serta L Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Riwayat Gedung Agung itu menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta yang mendapat julukan Kota Gudeg tersebut resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda, dan istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan sebagai kediaman Presiden Soekarno, Presiden I Republik Indonesia, beserta keluarganya. Sementara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan keluarga ketika itu tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072 / Pamungkas, yang tidak jauh dari kompleks istana.
Sejak itu, riwayat istana (terutama fungsi dan perannya) berubah. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Rebulik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula.
Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur oleh tentara Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Spoor. Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Brastagi dan Bangka, dan baru kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949. Mulai tanggal tersebut, istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi kediaman Presiden.
Sebuah peristiwa sejarah yang tidak dapat diabaikan adalah fungsi Gedung Agung pada awalnya berdirinya Republik Indonesia (tanggal 3 Juni 1947). Pada saat itu Gedung Agung berfungsi sebagai tempat pelantikan Jenderal Soedirman, selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu, selama tiga tahun (1946-1949), gedung ini berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden I Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada masa dinas Presiden II RI, sejak tanggal 17 April 1988, Istana Kepresidenan Yogyakarta/Gedung Agung juga digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Taruna-taruna Akabri Udara yang Baru, dan sekaligus Acara Perpisahan Para Perwira Muda yang Baru Lulus dengan Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan, sejak tanggal 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta / Gedung Agung digunakan sebagai tempat memperingati Detik-Detik Proklamasi untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejalan dengan fungsinya kini, lebih dari 65 kepala negara dan kepala pemerintahan dan tamu-tamu negara, telah berkunjung atau bermalam di Gedung Agung itu. Tamu negara yang pertama berkunjung ke gedung itu adalah Presiden Rajendra Prasad dari India (1958). Pada tahun enam puluhan, Raja Bhumibol Adulyajed dari Muangthai (1960) dan Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960) berkunjung dan bermalam di gedung ini. Setahun kemudian (1961), tamu negara itu adalah Perdana Menteri Ferhart Abbas dari Aljazair. Pada tahun tujuh puluhan, yang berkunjung adalah Presiden D. Macapagal dari Filipina (1971), Ratu Elizabeth II dari Inggris (1974), serta Perdana Menteri Srimavo Bandaranaike dari Sri Langka (1976).
Kemudian, pada tahun delapan puluhan, tamu negara itu adalah Perdana Menteri Lee Kuan Yeuw dari Singapura (1980), Yang Dipertuan Sultan Bolkiah dari Brunei Darussalam (1984). Tamu-tamu penting lain yang pernah beristirahat di Gedung Agung, antara lain, Putri Sirindhom dari Muanghthai (1984), Ny. Marlin Quayle, Isteri Wakil Presiden Amerika Serikat (1984), Presiden F. Mitterand dari Perancis (1988), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris (1989), dan Kepala Gereja Katolik Paus Paulus Johannes II (1989).
Pada tahun sembilan puluhan, para tamu agung yang berkunjung ke Gedung Agung itu adalah Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito Jepang (1991), dan Putri Basma dari Yordania (1996).
(Istana Kepresidenan RI, Sekretariat Presiden RI,2004)

Gedung Agung

Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 .

Sejarah

Masa Hindia Belanda

Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen.
Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara.
Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.

Masa Ibukota Republik

Pada 6 Januari 1946, "Kota Gudeg" ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.

Agresi Militer Belanda II

Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.

Saat ini

Kantor & kediaman resmi Presiden

Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.

Kompleks bangunan

Istana Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu dan Wisma Saptapratala. Gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 sampai sekarang bentuknya tidak mengalami perubahan. Ruangan utama yang disebut dengan Ruang Garuda berfungsi sebagai ruangan resmi untuk menyambut tamu negara atau tamu agung yang lain. Selain wisma-wisma tersebut sejak 20 September 1995 komplek Seni Sono seluas 5.600 meter persegi, yang terletak di sebelah selatan, yang semula milik Departemen Penerangan, menjadi bagian Istana Kepresidenan ini.

Monumen di Istana


http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf3/skins/common/images/magnify-clip.png
Pintu masuk Gedung Agung dengan patung batunya
Di depan gedung utama, di halaman istana, ada sebuah monumen batu andesit setinggi 3,5 meter yang disebut Dagoba, yang berasal dari Desa Cupuwulatu, di dekat Candi Prambanan.

GEDUNG AGUNG, ISTANA NEGARA YOGYAKARTA


Foto By :Indra Kusuma Sejati
Gedung Agung, Istana Negara Yogyakarta terletak di ujung jalan Malioboro Kota Yogyakarta. Gedung Agung , Istana Negara Yogyakarta pernahmenjadi tempat tinggal Presiden Soekarno pada tahun 1946,ketika Yogyakarta menjadi Ibu Kota negara Indonesia pada 6 Januari 1946.

Namun, setelah kepindahan Presiden Soekarno ke Jakarta pada tanggal 28 Desember 1949. Gedung Agung, Istana Negara Yogyakarta tidak lagi dipergunakanan sebagai Istana Kepresidenan. Sampai saat ini Gedung Agung masih digunakan sebagai tempat melaksakan agenda-agenda kenegaaan. Misalnya, pada saat di langsungkan upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus di Yogyakarta.

Gedung Agung atau nama lainnya Istana Negara Yogyakarta juga sering dipergunakan untuk menerima tamu dari negara-negara sahabat atau pun sebagai tempat kegiatan tertentu pemerintah yang dilaksanakan di Yogyakarta.

Informasi ini penulis dapatkan dari pusat informasi Gedung Agung Yogyakarta pada saat melakukan Wisata Budaya 2011 pada akhir tahun 2011. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua.

Salam,

 

http://www.blopress.com/2012/12/misteri-fakta-mistis-istana-negara-Yogyakarta.html

Misteri Fakta Mistis Istana Negara Yogyakarta

Saturday, December 29, 2012
Misteri Fakta Mistis Istana Negara Yogyakarta - Takhayul atau bukan, istana-istana Presiden di Indonesia menyimpan kisah misteri. Apakah memang ada 'penunggu' di beberapa ruangan dalam istana, atau memang 'sengaja' ditaruh untuk memagari area sekitarnya? Inilah kisah yang tercatat selama ini.

Istana Negara Yogyakarta


Seorang paranormal (yang tidak disebut namanya) pernah diminta tolong oleh Paspanpres karena sering mendapat gangguan makhluk halus. Setelah dilihat oleh paranormal tersebut, hal yang dianggap mengganggu tersebut berasal dari kekuatan kitab stambul yang sering berpindah secara ghaib di sekitar istana.

Dulunya Gedung Agung bernama Loji Kebon, bangunan yang juga bergaya eropa itu didirikan tahun 1824. Pada saat-saat tertentu juga sering terdengar suara prajurit berbaris yang tidak terlihat.

Istana ini terdiri dari beberapa ruang yaitu ruang Garuda sebagai ruangan menerima tamu kenegaraan. Lalu ruang Diponegoro adalah ruangan yang dipergunakan untuk duduk para tamu pada acara-acara tertentu yang sifatnya umum. Terletak disebelah kiri Ruang Garuda, di ruangan ini dipasang lukisan Pangeran Diponegoro untuk mengenang sejarah kepahlawanannya. Kemudian ruang makan VVIP terlentak di antara Ruang Garuda dengan Ruang Kesenian. Suasana ruangan ini hangat dengan permadani warna merah dari Esfahan, di sekelilingnya dipasang lukisan-lukisan lama koleksi Istana, serta tirai pintu yang menjuntai senada dengan warna permadani dihias bingkai kayu jati ukiran Jepara menambah suasana akrab dalam ruangan ini. Ruang Kesenian digunakan untuk pergelaran kesenian bila ada Tamu Negara berkunjung ke Yogyakarta. Selain itu juga digunakan untuk memamerkan barang-barang kerajinan tradisional misalnya batik, kulit, keramik, perak dan hasil industri kerajinan lain.

Wisma Negara dimulai pembangunan pada bulan Oktober 1980, merupakan bangunan baru di lingkungan Istana Kepresidenan Yogyakarta. Maksud dibangunnya gedung ini adalah untuk penginapan rombongan Tamu Negara yang berkunjung dan bermalam di Istana Yogya. Berada di sisi Selatan Istana berdiri Museum Istana yang dulu merupakan bagian dari Gedung Seni Sono. Bangunan yang dulu merupakan ajang berkumpulnya para seniman dan budayawan seperti Ebiet G Ade, Emha Ainun Najib, dan Umbu Landu Parangi, ini sekarang menjadi bagian dari Istana Gedung Agung. Seni Sono ini dulu dikenal juga sebagai “Gedung Jenever” karena pernah berfungsi sebagai cafe pada zaman Belanda. Sekarang Gedung ini berfungsi sebagai tempat penyelenggraan acara-acara seremonial khusus serta dirancang sebagai gedung informasi dan penyimpanan barang-barang koleksi Istana dari berbagai tamu negara yang berkunjung.

Sumber : http://matajogja.wordpress.com/

Jumat, 24 Mei 2013

Katanya sih... ibu dan anak sama-sama NARSIS

http://www.thecrowdvoice.com/post/ciri-ciri-narsis-4516235.html
Ciri-ciri narsis

Narsis atau Narsisme/Narsistik merupakan istilah yang cukup populer dikalangan pergaulan remaja. Ditilik dari makna istilah narsis yang berkembang pada remaja adalah kebiasaan membanggakan diri sendiri, dalam hal ini narsis kerap diidentikan dengan kesombongan maupun keangkuhan.

Padahal narsisme atau sifat narsis bisa jadi merupakan salah satu gangguan kepribadian (Personality disorder) mengapa dikatakan demikian? sebab sifat ini bisa merambah menjadi kepribadian yang merugikan apabila perilaku itu telah mengganggu kehidupan sosialnya dan membuat dirinya sendiri tak nyaman. Dalam ilmu psikologi sendiri gangguan kepribadian Narsistik itu disebut dengan istilah narcissistic personality disorder.

Ciri Pribadi Narsis

Lalu apa saja sinyal atau tanda anda terjangkiti pribadi narsis? coba perhatikan 9 tanda-tanda narsis dibawah, apabila anda mengalami 5 dari 10 diantaranya, maka, seperti yang dilansir dari majalahkesehatan dan duniapsikologi, anda berpotensi terserang narcissistic personality disorder.

Pujian jadi kebutuhan. Jika anda senang dipuji, itu wajar, namun jika anda sedih apabila tak dipuji, maka bisa jadi anda mulai memiliki pribadi narsis

Mulai berimajinasi berlebihan tentang kesuksesan, kekayaan, jabatan, kekuasaan, istri yang cantik, suami yang tampan, ketenaran, dan hal-hal menarik lain terjadi pada diri anda.

Tidak supel. Karena menganggap diri anda terlalu berharga jika bergaul dengan orang sembarangan

Mulai melebih-lebihkan prestasi/bakat anda yang sebenarnya biasa saja. Anda merasa diri anda paling hebat.

Berprilaku eksploitatif, misalnya anda cenderung memanfaatkan orang lain untuk kepentingan anda tanpa timbal balik yang sesuai untuk orang itu.

Sulit peka terhadap dan berempati terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.

Bersikap arogan, congkak, angkuh, sombong, dan otoriter

Kerap iri hati dan tak ikhlas dengan kesuksesan yang dialami orang lain

Merasa pantas untuk selalu diistimewakan atau orang lain harus tunduk



Kamis, 23 Mei 2013

rajablogo
 Pertengahan Rojab.  http://www.darussalaf.or.id/hadits/hadits-lemah-dan-palsu-seputar-bulan-rajab/

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah berkata: “Adapun hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab, keutamaan berpuasa Rajab, atau keutamaan berpuasa beberapa hari pada bulan tersebut, maka terbagi menjadi dua: (1) hadits-haditsnya maudhu’ (palsu), dan (2) hadits-haditsnya dha’if (lemah) (yakni tidak ada satupun yang shahih, pent).”
Beliau juga berkata: “Tidak ada satu hadits shahih pun yang bisa dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, berpuasa Rajab, berpuasa di hari-hari tertentu bulan Rajab, maupun keutamaan shalat malam pada bulan tersebut.” [Tabyiinul 'Ajab Fiimaa Warada Fii Fadhaa-ili Rajab]
Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram yang Allah subhanahu wata’ala muliakan sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi (menganiaya) diri kalian dalam bulan yang empat itu.” [At-Taubah: 36]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa empat bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rahimahumallah dari shahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu.
Dinamakan bulan haram karena kemuliaan dan kehormatan bulan tersebut melebihi bulan-bulan yang lain, sehingga pada bulan-bulan ini Allah haramkan peperangan, kecuali jika musuh (orang-orang kafir) yang lebih dahulu memulai penyerangan terhadap kaum muslimin.
Tentang firman Allah subhanahu wata’ala di atas, “Maka janganlah kalian menzhalimi (menganiaya) diri kalian dalam bulan yang empat itu”, sebagian mufassirin menjelaskan bahwa pada dasarnya perbuatan zhalim dan segala bentuk kemaksiatan -kapan saja dan di mana saja dikerjakan- itu merupakan dosa dan kemungkaran yang besar, namun ketika Allah mengkhususkan penyebutan larangan berbuat zhalim pada bulan-bulan haram yang empat sebagaimana ayat di atas, menunjukkan bahwa kezhaliman dan kemaksiatan yang dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut dosanya berlipat dibandingkan jika dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
 Walaupun bulan Rajab merupakan salah satu dari bulan haram yang memiliki nilai kehormatan dan kemuliaan, namun umat Islam tidak disyari’atkan untuk mengkhususkan bulan tersebut dengan melakukan ibadah-ibadah tertentu atau mengadakan ritual-ritual khusus yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan mengkhususkan bulan tersebut dengan amal ibadah tertentu -seperti shalat raghaib, puasa Rajab, menyembelih hewan, dan lainnya- merupakan kebid’ahan dan kemungkaran yang telah dianggap baik oleh sebagian (besar) umat Islam. Wal ‘Iyadzubillah.
Benar bahwasanya shalat, puasa, dan menyembelih hewan merupakan amalan baik lagi mulia yang bisa mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala. Namun sekali lagi, kalau amalan-amalan tersebut dikhususkan pada bulan Rajab dengan kaifiyah dan tata cara tertentu, maka pelakunya telah menyelisihi petunjuk dan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Perlu kita ketahui bahwa salah satu sebab terjadinya ini semua adalah tersebarnya hadits-hadits yang lemah (dha’if) dan bahkan tidak sedikit yang palsu (maudhu’) terkait dengan bulan Rajab ini di tengah-tengah kaum muslimin. Tidak bisa dipungkiri bahwa hadits-hadits yang dha’if dan maudhu’ itu memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong dan membangkitkan semangat umat Islam untuk beramal di bulan yang ketujuh dalam penanggalan hijriyah ini.
Kaum muslimin rahimakumullah.
Berikut ini beberapa hadits lemah dan palsu terkait bulan Rajab yang sudah tersebar di tengah-tengah umat. Sengaja kami sebutkan agar kita semua mengetahui hadits-hadits tersebut sehingga tidak menjadikannya sebagai sandaran dalam beramal, apalagi menisbatkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
كَانَ النّبِي صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ رَجَب قال : اللّهُمّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ.
“Adalah Nabi ketika memasuki bulan Rajab, beliau berdo’a:
اللّهُمّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, limpahkanlah barakah pada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.”  [hadits dha'if sebagaimana dinyatakan oleh An-Nawawi rahimahullah]
فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلَى الشُّهُورِ كَفَضْلِ القُرآنِ عَلى سَائِرِ الكَلامِ، وَفَضْلُ شَهْرِ شَعْبانَ عَلَى الشّهُورِ كَفَضْلِي عَلَى سَائِرِ اْلأَنْبِياءِ، وَفَضْلُ شَهْرِ رَمَضانَ كَفَضلِ اللهِ عَلى سَائِرِ الْعِبَادِ.
“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaan Al-Qur’an atas seluruh perkataan, keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaanku atas seluruh para nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaan Allah atas seluruh hamba.” [hadits maudhu' sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah]
إِنّ شّهرَ رَجبٍ شهرٌ عظيمٌ مَنْ صامَ فِيه يَومًا كَتَبَ اللهُ بِه صَومَ ألْفِ سَنَةٍ.
“Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa yang berpuasa sehari di bulan itu, maka Allah tuliskan untuknya (pahala) puasa seribu tahun.” [hadits maudhu' sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah]
إِنّ فِي الْجنَةِ نَهْرًا يُقالُ لَه رَجَبٌ أَشَدُّ بَياضًا مِن اللّبَنِ وَأَحْلَى مِن الْعَسلِ، مَن صَامَ يَومًا مِن رَجَبٍ سَقاهُ اللهُ تَعالَى مِنْ ذَلكَ النّهرِ.
“Sesungguhnya di al-jannah (surga) itu ada sebuah sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, Allah ta’ala akan memberi minum kepadanya dari sungai tersebut.” [hadits maudhu']
إنَّ فِي الْجنّةِ نَهْراً يُقالُ له رَجَبٌ مَاؤُهُ الرّحِيقُ، مَنْ شَرِبَ مِنه شُربةً لَمْ يَظْمَأْ بَعدَها أبَداً، أَعَدّهُ اللهُ لِصَوَّامِ رَجَبٍ.
“Sesungguhnya di al-jannah itu terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab, airnya adalah ar-rahiq (sejenis minuman yang paling lezat rasanya), yang barangsiapa minum darinya seteguk saja, dia tidak akan merasakan haus selamanya. Sungai tersebut Allah sediakan untuk orang yang sering berpuasa Rajab.” [hadits bathil, serupa dengan maudhu']
صَومُ أَوّلِ يَومٍ مِن رَجَبٍ كَفّارَةُ ثَلاثِ سِنِيْنَ ، وَالثّانِي كَفّارةُ سَنَتَيْنِ ،والثّالِثُ كَفّارةُ سَنَة ثُمّ كُلّ يومٍ شهْراً.
“Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab sebagai kaffarah (penebus dosa) selama tiga tahun, pada hari kedua sebagai kaffarah selama dua tahun, dan pada hari ketiga sebagai kaffarah selama setahun, kemudian setiap harinya sebagai kaffarah selama sebulan.” [hadits dha'if]
رَجَبٌ شَهرُ اللهِ وَشَعبانُ شَهرِيْ وَرَمضانُ شَهرُ أُمّتِي.
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku.” [hadits maudhu']
خِيَرَةُ اللهِ مِن الشُّهورِ شَهرُ رجبٍ، وَهُوَ شَهرُ اللهِ، مَنْ عَظّمَ شَهرَ رَجب فَقَدْ عَظّم أمرَ اللهِ، وَمَن عَظّمَ أمرَ اللهِ أَدْخَلَهُ جَنّاتِ النّعِيمِ وَأَوجَبَ لَه.
“Pilihan Allah dari bulan-bulan yang ada adalah jatuh pada bulan Rajab, dia adalah bulan Allah, barangsiapa yang mengagungkan bulan Rajab, maka sungguh dia telah mengagungkan perintah Allah, dan barangsiapa yang mengagungkan perintah Allah, maka Allah akan masukkan dia ke dalam surga yang penuh kenikmatan, dan itu pasti buat dia.” [hadits maudhu']
مَنْ صَامَ ثلاثةَ أيّامٍ مِن شَهرٍ حَرامٍ كَتَبَ اللهُ عِبادةَ تِسْعِمِائَةِ سَنَةٍ.
“Barangsiapa yang berpuasa tiga hari pada bulan haram, Allah tulis baginya (pahala) ibadah selama 900 tahun.” [hadits dha'if]
مَنْ صَلّى بَعدَ الْمَغربِ أَوّلَ لَيْلَةٍ مِن رجبٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً جَازَ عَلَى الصِّرَاطِ بِلاَ نَجَاسَةٍ.
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat setelah maghrib pada malam pertama bulan Rajab sebanyak 20 raka’at, maka dia akan melewati shirath dengan tanpa hisab.” [hadits maudhu']
إنّ شَهرَ رجبٍ شهرٌ عظيمٌ مَنْ صامَ مِنهُ يَوماً كَتبَ اللهُ لَه صومَ أَلْفِ سَنَةٍ وَمَنْ صامَ يَومَيْنِ كَتَبَ الله له صيامَ أَلْفَيْ سَنَةٍ وَمَنْ صام ثلاثةَ أيّامٍ كَتب الله له صيامَ ثلاثةِ ألفِ سَنة ومَن صامَ مِن رجبٍ سَبعةَ أيّامٍ أُغْلِقَتْ عنه أبوابُ جهنّمَ وَمَن صامَ مِنهُ ثَمانِيَةَ أيّامٍ فُتِحَتْ له أبوابُ الْجَنّةِ الثّمانِيةُ يَدخُلُ مِن أَيِّها يَشَاءُ …
“Sesungguhynya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa yang berpuasa sehari, Allah tuliskan baginya puasa seribu tahun, barangsiapa berpuasa dua hari, Allah tuliskan baginya puasa 2000 tahun, barangsiapa yang berpuasa tiga hari, Allah tuliskan baginya puasa 3000 tahun, barangsiapa berpuasa di bulan Rajab selama tujuh hari, maka pintu-pintu jahannam tertutup darinya, barangsiapa yang berpuasa delapan hari, pintu-pintu al-jannah yang delapan akan dibuka untuknya, dia dipersilakan masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki……” [hadits maudhu']
مَن صامَ يوماً مِن رجب كانَ كَصِيامِ سَنةٍ، ومن صام سَبعةَ أيّامٍ غُلِّقَتْ عَنهُ أبوابُ جَهَنّمَ ومَن صامَ ثَمانِيةَ أيّامٍ فُتِحَتْ لَه ثَمَانِيةُ أبوابِ الْجَنّةِ وَمن صامَ عَشْرَةَ أيّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ شيئاً إلاّ أعطاهُ اللهُ ومَن صامَ خَمسةَ عَشَرَ يوماً نَادى مُنادٍ فِي السّماءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا سَلَفَ.
“Barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, maka dia akan mendapatkan pahala seperti berpuasa selama setahun, barangsiapa yang berpuasa selama tujuh hari, pintu-pintu jahannah akan tertutup darinya, barangsiapa yang berpuasa selama delapan hari, maka delapan pintu al-jannah akan terbuka untuknya, barangsiapa yang berpuasa selama sepuluh hari, maka tidaklah dia memohon sesuatu kepada Allah kecuali pasti Allah beri, dan barangsiapa yang berpuasa selama 15 hari, maka ada penyeru dari langit yang akan memanggil dia: sungguh dosa-dosamu yang telah lalu telah terampuni.” [hadits maudhu']
مَن صامَ يوماً مِن رَجَبٍ وصَلّى فِيهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِي أوّلِ رَكْعَةٍ مِائَةَ مَرّةٍ آيةَ الْكُرسِي، وَفِي الرّكْعةِ الثّانِيَةِ قُل هُو الله أحَدٌ مِائَةَ مَرّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِن الْجَنّةِ أَوْ يُرَى لَهُ.
“Barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, dan shalat empat rakaat yang pada rakaat pertama membaca ayat kursi sebanyak seratus kali, kemudian pada rakaat kedua membaca ‘qul huwallahu ahad’ seratus kali, maka tidaklah dia meninggal sampai dia melihat tempat duduknya di al-jannah atau diperlihatkan kepadanya.” [hadits maudhu']
مَنْ أَحْيَا لَيْلَةً مِن رجبٍ وصَامَ يوماً، أَطْعَمَهُ الله مِن ثِمارِ الْجَنّةِ، وَكَساهُ مِن حُلَلِ الْجَنّة وسَقاهُ مِن الرّحِيقِ الْمَخْتُومِ، إِلاّ مَنْ فَعَلَ ثَلاثاً : مَنْ قَتَلَ نَفْساً، أَوْ سَمِع مُسْتَغِيثاً يَسْتَغِيْثُ بِلَيْلٍ أو نَهارٍ فَلَم يُغِثْهُ ، أَو شَكَا إِليه أَخُوهُ حَاجَةً فَلَمْ يُفَرِّجْ عَنهُ.
“Barangsiapa yang menghidupkan satu malam di bulan Rajab dan berpuasa sehari di bulan tersebut, maka Allah akan memberikan dia makanan dari buah-buahan al-jannah, pakaian dari al-jannah, dan minuman dari ar-rahiqul makhtum, kecuali orang yang melakukan tiga perbuatan: (1) orang yang membunuh satu jiwa, atau (2) mendengar orang lain meminta minum, malam maupun siang tetapi dia tidak mau memberikannya, atau (3) ada saudaranya yang mengeluhkan kepadanya suatu kebutuhannyam, namun dia tidak mau memberikan jalan keluar untuknya.” [hadits maudhu']
خَمسُ لَيالٍ لاَ تُردُّ فِيهِنّ الدّعْوَةُ : أَوّلُ لَيلةٍ مِن رَجَبٍ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِن شَعبانَ، وَلَيْلَةُ الْجُمُعةِ، وَليلةُ الْفِطْرِ، وَلَيلةُ النّحْرِ.
“Ada lima malam yang jika sebuah doa dipanjatkan padanya, maka tidak akan tertolak: (1) malam pertama bulan Rajab, (2) malam nishfu (pertengahan) Sya’ban, (3) malam Jum’at, (4) malam ‘idul fithri, (2) malam hari Nahr (malam 10 Dzulhijjah).” [hadits maudhu']
مَن صامَ ثلاثةَ أيامٍ مِن رجب كَتَبَ اللهُ لَه صِيامَ شَهْرٍ ، وَمن صامَ سَبعةَ أيّامٍ مِن رَجَبٍ أَغْلَقَ الله سَبعةَ أبوابٍ مِن النّارِ ، وَمن صامَ ثَمانِيةَ أيّامٍ مِن رجبٍ فَتَحَ الله لَه ثَمانِيَةَ أبوابٍ مِن الْجَنّةِ، ومن صامَ نِصفَ رَجَبٍ كَتَبَ الله له رِضوانَه، وَمن كُتِب لَه رِضْوانُه لَم يُعَذِّبْه، ومَن صامَ رجب كُلَّه حَاسَبَه الله حِساباً يَسِيراً.
“Barangsiapa yang berpuasa tiga hari bulan Rajab, Allah akan menuliskan untuknya pahala puasa selama sebulan, barangsiapa yang berpuasa tujuh hari bulan Rajab, Allah akan tutup tujuh pintu neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari bulan Rajab, Allah akan bukakan untuknya delapan pintu al-jannah, barangsiapa yang berpuasa pada pertengahan bulan Rajab, maka Allah akan menuliskan untuknya keridhaan-Nya, dan barangsiapa yang dituliskan baginya keridhaan-Nya, pasti Allah tidak akan mengadzabnya, dan barangsiapa yang berpuasa Rajab satu bulan penuh, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.” [hadits maudhu']
أَكْثِرُوا مِن الاسْتِغْفارِ فِي شهرِ رَجَبٍ، فَإِنّ لِلّهِ فِي كُلِّ سَاعةٍ مِنه عُتقاءَ مِن النّارِ، وَإِنّ لِلّهِ مَدَائِنَ لاَ يَدخُلُها إِلاّ مَن صامَ رَجَب.
“Perbanyaklah istighfar pada bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap waktu  Allah memiliki hamba-hamba-Nya yang akan dibebaskan dari neraka,dan seungguhnya Allah memiliki kota-kota yang tidaklah ada yang bisa memasukinya kecuali orang yang berpuasa Rajab.” [hadits bathil]
بُعِثْتُ نَبِياً فِي السّابِع وَالْعِشْرِينَ مِن رجبٍ، فَمن صامَ ذلك اليومَ كانَ كَفّارَةُ سِتِّيْنَ شَهْراً.
“Aku diutus sebagai nabi pada 27 Rajab, barangsiapa yang berpuasa pada hari itu, maka itu sebagai kaffarah (penebus dosa) selama 60 bulan.” [hadits munkar]
أَنّ اللهَ أَمَرَ نُوحاً بِعَمَلِ السّفِينَةِ فِي رَجَبٍ وَأَمَرَ الْمُؤمِنِيْنَ الّذِينَ مَعَهُ بِصِيامِهِ.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan nabi Nuh untuk membuat perahu pada bulan Rajab dan memerintahkan kaum mukminin yang bersama beliau untuk berpuasa.” [hadits maudhu']
مَن صامَ مِن كُلِّ شَهرٍ حَرامٍ : الْخَمِيس، والْجُمُعة، والسّبْت كُتِبتْ لَه عِبَادَةُ سَبْعِمِائةِ سَنَة.
“Barangsiapa yang berpuasa pada setiap bulan haram hari Kamis, Jum’at, dan  Sabtu, maka akan dituliskan baginya pahala ibadah selama 700 tahun.” [hadits dha'if]
Beberapa hadits yang disebutkan di atas merupakan sebagiannya saja dari sekian banyak hadits lemah dan palsu terkait bulan Rajab. Wallahul musta’an.
Sumber : http://mahad-assalafy.com

Rabu, 22 Mei 2013

http://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/92-2/
 
PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI
KUANTITAS DAN KUALITAS HADITS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.
Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada bahasan ini hnya akan membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi kualitas hadits saja.
B. Rumusan Masalah
1. Pembagian Hadits dari segi kuantitas perawi
2. Pembagian hadits dari segi kualitas
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembagian Hadits sari segi Kuantitas Perawi
Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada juga yang menbaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke dalam hadits ahad, ini dispnsori oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakr Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadits masyhur bukan merupakan hadits ynag berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian hadits ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yaitu hadits mutawatir dan ahad.
1.    Hadits Mutawatir
a.    Pengertian Hadits Mutawatir
Secara etimologi, kata mutawatir berarti : Mutatabi’ (beriringan tanpa jarak). Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. Periwayatan seperti itu terus menerus berlangsung, semenjak thabaqat yang pertama sampai thabaqat yang terakhir.
Dari redaksi lain pengertian mutawatir adalah :
مـَا كَانَ عَنْ مَحْسُوْسٍ أَخْبَرَ بِهِ جَمــَاعَةً بَلـَغُوْا فِى اْلكـَثْرَةِ مَبْلَغـًا تُحِيْلُ اْلعَادَةَ تَوَاطُؤُهُمْ عَلـَى اْلكـَـذِبِ
Hadits yang berdasarkan pada panca indra (dilihar atau didengar) yang diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat berbohong.
Ulama mutaqaddimin berbeda pendapat dengan ulama muta’akhirin tentang syarat-syarat hadits mutawatir. Ulama mutaqaddimin berpendapat bahwa hadits mutawatir tidak termasuk dalam pembahasan ilmu isnad al-hadits, karena ilmu ini membicarakan tentang shahih tidaknya suatu khabar, diamalkan atau tidak, adil atau tidak perawinya. Sementara dalam hadits mutawatir masalah tersebut tidak dibicarakan. Jika sudah jelas statusnya sebagai hadits mutawatir, maka wajib diyakini dan diamalkan.
b.     Syarat Hadits Mutawatir
1)    Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, dan dapat diyakini bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal perawi. Al-Qadhi Al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi hadits mutawatir sekurang-kurangnya 5 orang, alasannya karena jumlah Nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi sejumlah 5 orang. Al-Istikhari menetapkan minimal 10 orang, karena 10 itu merupakan awal bilangan banyak. Demikian seterusnya sampai ada yang menetapkan jumlah perawi hadits mutawatir sebanyak 70 orang.
2)    Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat pertama dan thabaqat berikutnya. Keseimbangan jumlah perawi pada setiap thabaqat merupakan salah satu persyaratan.
3)    Berdasarkan tanggapan pancaindra
Berita yang disampaikan para perawi harus berdasarkan pancaindera. Artinya, harus benar-benar dari hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Oleh karena itu, apabila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran, atau rangkuman dari suatu peristiwa lain, atau hasil istinbath dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadits mutawatir.
c.     Macam-macam mutawatir
Hadits mutawatir ada tiga macam, yaitu :
1)    Hadits mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan lafaz dan makna yang sama, serta kandungan hokum yang sama, contoh :
قـَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فـَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang  ini sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di atas api neraka.
Menurut Al-Bazzar, hadits ini diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Al-Nawawi menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 200 orang sahabat.
2)    Hadits Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits mutawatir yang berasal dari berbagai hadits yang diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda-beda, tetapi jika disimpulkan, mempunyai makna yang sama tetapi lafaznya tidak. Contoh hadits yang meriwayatkan bahwa Nabu Muhammad SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a.
قال ابو مسى م رفع رسول الله صلى عليه وسلم يديه حتى رؤي بياض ابطه فى شئ من دعائه إلا فى الإستسقاء (رواه البخارى ومسلم)
Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak pernah mengangkat kedua tangannya dalam berdo’a hingga nampak putih kedua ketiaknya kecuali saat melakukan do’a dalam sholat istisqo’ (HR. Bukhori dan Muslim)
3)    Hadits Mutawatir ‘Amali, yakni amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para sahabat, kemudian diikuti lagi oleh Tabi’in, dan seterusnya, diikuti oleh generasi sampai sekarang. Contoh, hadits-hadits nabi tentang shalat dan jumlah rakaatnya, shalat id, shalat jenazah dan sebagainya. Segala amal ibadah yang sudah menjadi ijma’ di kalangan ulama dikategorikan sebagai hadits mutawatir ‘amali.
Mengingat syarat-syarat hadits mutawatir sangat ketat, terutama hadits mutawatir lafzhi, maka Ibn Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutwatir lafzhi tidak mungkin ada. Pendapat mereka dibantah oleh Ibn Shalah. Dia menyatakan bahwa hadits mutawatir (termasuk yang lafzhi) memang ada, hanya jumlahnya sangat terbatas. Menurut Ibn Hajar Al-Asqolani, Hadits mutawatir jumlahnya banyak, namun untuk mengetahuinya harus dengan cara menyelidiki riwayat-riwayat hadits serta kelakuan dan sifat perawi, sehingga dapat diketahui dengan jelas kemustahilan perawi untuk sepakat berdusta terhadap hadits yang diriwayatkannya.
Kitab-kitab yang secara khusus memuat hadits-hadits mutawatir adalah sebagai berikut :
1)    Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Mutawatirah, yang dsusun oleh Imam Suyuthi. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, kitab ini memuat 1513 hadits.
2)    Nazhm Al-Mutanatsirah min Al- Hadits al Mutawatir yang disusun oleh Muhammad bin Ja’far Al-Kattani (w. 1345 H)
2. Hadits Ahad
Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata  wahid berarti “satu” jadi, kara ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai sembilan. Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan oleh orang perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawatir.
Ulama ahli hadits membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghairu masyhur. Hadits ghairu masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan ghairu aziz.
A.    Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”. Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain :
مـَارَوَاهُ مِنَ الصَّحَابَهِ عَدَدٌ لا يَبْلُغُ حَدَّ تَـوَاتِر بَعْدَ الصَّحَابَهِ وَمِنْ بَعْدِهِمْ
“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.”
Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits masyhur yang berstatus shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad maupun matannya. Seperti hadits ibnu Umar.
اِذَا جَاءَكُمُ اْلجُمْعَهُ فَلْيَغْسِلْ
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti hadits Nabi yang berbunyi:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضـــِرَارَ
“tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”
Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَــهٌ عــَـلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَــــهٍ
“menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”
Dilihat dari aspek yang terakhir ini, hadits masyhur dapat digolongkan kedalam :
1)    Masyhur dikalangan ahli hadits, seperti hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca do’a qunut sesudah rukuk selama satu bulan penuh berdo’a atas golongan Ri’il dan Zakwan. (H.R. Bukhari, Muslim, dll).
2)    Masyhur dikalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama dalam bidang keilmuan lain, dan juga dikalangan orang awam, seperti :
َاْلمُسْلِمُ مَنْ سَـــــلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِســـَـانِهِ وَيدِهِ
3)    Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti :
نَهَي رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيْــــهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ اْلغَرَرِ
“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”
4)    Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh, seperti :
اِذَا حَكَمَ اْلحَاكِمُ ثُمَّ اجْتَهَدَ فَـــأَصَابَ فَلـَــهُ أَجْرَانِ وَاِذَا حَكَــــمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخَــــطَأَ فَلـَهُ أَجْرٌ
“Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala Ijtihad).
5)    Masyhur dikalangan ahli Sufi, seperti :
كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرِفَ فَخَلـَقْتُ اْلخَلْقَ فَبِي عَرَفُوْنِي
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku
6)    Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-orang Arab yag paling fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari golongan Quraisy”.
B. Hadits Ghairu Masyhur
Ulama ahli hadits membagi hadits ghairu masyhur menjadi dua yaitu, Aziz dan Gharib. Aziz menurut bahasa berasal dari kata azza-yaizu, artinya “sedikit atau jarang”. Menurut istilah hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tingkatan sanad.”
Menurut Al-Thahhan menjelaskan bahwa sekalipun dalam sebagian Thabaqat terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada masalah, asal dari sekian thabaqat terdapat satu thabaqat yang jumlah perawinya hanya dua orang. Oleh karena itu, ada ulama yang mengatakan bahwa hadits ‘azaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang perawi.”
Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa suatu hadits dapat dikatakan hadits Aziz bukan hanya yang diriwayatkan dua orang pada setiap tingkatnya, tetapi selagi ada tingkatan yang diriwayatkan oleh dua rawi, contoh hadits ‘aziz :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِـدِهِ وَوَلــِدِهِ وَالنـَّـاسِ أَجْمَعِيْنَ
“tidak beriman seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia,” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Adapun hadits Gharib, menurut bahasa berarti “al-munfarid” (menyendiri). Dalam tradisi ilmu hadits, ia adalah “hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya”.
Menurut Ibnu Hajar yang dimaksud dengan hadits gharib adalah “hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
Penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadits itu bias berkaitan dengan personalitasnya, yakni tidak ada yang meriwayatkannya selain perawi tersebut, atau mengenai sifat atau keadaan perawi itu sendiri. Maksudnya sifat dan keadaan perawi itu berbeda dengan sifat dan kualitas perawi-perawi lain, yang juga meriwayatkan hadits itu. Disamping itu, penyendirian seorang perawi bias terjadi pada awal, tengah atau akhir sanad.
B.    Pembagian hadits dari segi Kualitas
Sebagiamana telah dikemukakan bahwa hadits  muatawatir memberikan penertian yang yaqin bi alqath, aritnya Nabi Muhammad benar-benar bersabda, berbuat atau menyatakan taqrir (persetujuan) dihadapan para sahabat berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka sepakat berdusta kepada Nabi. Karena kebenarannya sumbernya sungguh telah meyakinkan, maka dia harus diterima dan diamalkan tanpa perlu diteliti lagi, baik terhadap sanadnya maupun matannya. Berbeda dengan hadits ahad yang hanya memberikan faedah zhanni (dugaan yang kuat akan kebenarannya), mengharuskan kita untuk mengadakan penyelidikan, baik terhadap matan maupun sanadnya, sehingga status hadits tersebut menjadi jelas, apakah diterima sebagai hujjah atau ditolak.
Sehubungan dengan itu, para ulama ahli hadits membagi hadits dilihat dari segi kualitasnya, menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif.
1.    Hadits shahih
Menurut bahasa berarti “sah, benar, sempurna, tiada celanya”. Secara istilah, beberapa ahli memberikan defenisi antara lain sebagai berikut :
•    Menurut Ibn Al-Shalah, Hadits shahih adalah “hadits yang sanadnya bersambung (muttasil) melalui periwayatan orang yang adil dan dhabith dari orang yang adil dan dhabith, sampai akhir sanad tidak ada kejanggalan dan tidak ber’illat”.
•    Menurut Imam Al-Nawawi, hadits shahih adalah “hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith, tidak syaz, dan tidak ber’illat.”
Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits shahih adalah : 1) sanadnya bersambung, 2) perawinya bersifat adil, 3) perawinya bersifat dhabith, 4) matannya tidak syaz, dan 5) matannya tidak mengandung ‘illat.
2.    Hadits Hasan
a.    Pengertian
dari segi bahasa hasan dari kata al-husnu (الحسن ) bermakna al-jamal (الجمال) yang berarti “keindahan”. Menurut istilah para ulama memberikan defenisi hadits hasan secara beragam. Namun, yang lebih kuat sebagaimana yang dikemukan oleh Ibnu hajar Al-Asqolani dalam An-Nukbah, yaitu :
وَخَبَرُ اْلآحَادَ بِنَقْلِ عَدْلِ تَامُّ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍّ هُوَ الصَّحِيْحِ لِذَاتِهِ. فَاءِنْ خَفَّ الضَبْطُ فَلْحُسْنُ لِذَاتِهِ
khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna kedhabitannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat, dan tidak ada syaz dinamakan shahih lidztih. Jika kurang sedikit kedhabitannya disebut hasan Lidztih.
Dengan kata lain hadits hasan adalah :
هُوَ مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ اْلعَدْلِ الّذِي قَلَّ ضَبْطُهُ وَخَلاَّ مِنَ الشُّذُوْذِ وَاْلعِلَّهِ
Hadits hasana adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan (syaz) dan tidak ‘illat.
Criteria hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi kedhabitannya. Hadits shahih ke dhabitannya seluruh perawinya harus zamm (sempurna), sedangkan dalam hadits hasan, kurang sedikit kedhabitannya jika disbanding dengan hadits shahih.
b.     Contoh hadits Hasan
hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu salamah dari Abi Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda :
أَعْمَارُ اُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ اِليَ السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ
“Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.
c.    Macam-macam Hadits Hasan
Sebagaimana hadits shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan lighairih.
Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala criteria dan persyaratan yang ditemukan. Hadits hasan lidzatih ebagaimana defenisi penjelasan diatas.
Sedangkan hadits hasan lighairih ada beberapa pendapat diantaranya adalah :
هُوَ اْلحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ اِذَا رُوِيَ مِنْ طَرِيْقِ أُخْرَي مِثْلُهُ أَوْ أَقْوَي مِنْهُ
“adalah hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.
هُوَ الضَّعِيْفُ اِذَا تَعَدَّدَتْ طُرُقُهُ وَلـَمْ يَكُنْ سَبَبُ ضَعْفِهِ فِسْقَ الرَّاوِي أَوْكِذْبُهُ
“adalah hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedhaifan bukan karena fasik atau dustanya perawi.
Dari dua defenisi diatas dapat dipahami bahwa hadits dhaif bias naik manjadi hasan lighairih dengan dua syarat yaitu :
1)    Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat.
2)    Sebab kedhaifan hadits tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan seperti hafalan kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identitas perawi.
d.    Kehujjahan hadits Hasan
Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah hadits shahih. Semua fuqaha sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukkan kedalam hadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
3.    Hadits Dhaif
a.    Pengertian
Hadits Dhaif bagian dari hadits mardud. Dari segi bahasa dhaif (الضعيف) berarti lemah lawan dari Al-Qawi (القوي) yang berarti kuat. Kelemahan hadits dhaif ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi criteria hadits kuat yang diterima sebagian hujjah. Dalam istilah hadits dhaif adalah :
هُوَ مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَهُ الْحَسَنِ بِفَقْدِ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِهِ
Adalah hadits yang tidak menghimpun sifat hadits hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.
Atau defenisi lain yang bias diungkapkan mayoritas ulama :
هُوَ مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَهُ الصَّحِيْحِ وَاْلحَسَنِ
Hadits yang tidak menghimpun sifat hadits shahih dan hasan.
Jika hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi sebagain atau semua persyaratan hadits hasan dan shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung (muttasshil), Para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi keganjilan baik dalam sanad aau matan (syadz) dan terjadinya cacat yang tersembunyi (‘Illat) pada sanad atau matan.
b.    contoh hadits dhaif
hadits yang diriwayatkan oleh At-Tarmidzi melalui jalan hakim Al-Atsram dari Abu Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda :
وَمَنْ أَتَي حَائِضَا أَوِامْرَأَهٍ مِنْ دُبُرِ أَوْ كَاهِنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا اُنْزِلَ عَلَي مُحَمَّدٍ
barang siapa yang mendatang seorang wanita menstruasi (haid) atau pada dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka dia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam sanad hadits diatas terdapat seorang dhaif yaitu Hakim Al-Atsram yang dinilai dhaif oleh para ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Thariq At- Tahzib memberikan komentar :     فِيْهِ لَيِّنٌ  padanya lemah.
c.    Hukum periwayatan hadits dhaif
Hadits dhaif tidak identik dengan hadits mawdhu’ (hadits palsu). Diantara hadits dhaif terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu parah, seperti daya hapalan yang kurang kuat tetapi adil dan jujur. Sedangkan hadits mawdhu’ perawinya pendusta. Maka para ulama memperbolehkan meriwayatkan hadits dhaif sekalipun tanpa menjelaskan kedhaifannya dengan dua syarat, yaitu :
1)    tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat Allah
2)    Tidak menjelaskan hokum syara’ yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi, berkaitan dengan masalah maui’zhah, targhib wa tarhib (hadits-hadits tentang ancaman dan janji), kisah-kisah, dan lain-lain.
Dalam meriwayatkan hadit dhaif, jika tanpa isnad atau sanad sebaiknya tidak menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma’lum) yang meyakinkan (jazam) kebenarannya dari Rasulullah, tetapi cukup menggunakan bentuk pasif (mabni majhul) yang meragukan (tamridh) misalnya :   رُوِيَ diriwayatkan,     نُقِلَ dipindahkan,     فِيْمِا يُرْوِيَ pada sesuatu yang diriwayatkan      dating. Periwayatan dhaif dilakukan karena berhati-hati (ikhtiyath).
d.    Pengamalan hadits dhaif
Para ulama berpendapat dalam pengamalan hadits dhaif. Perbedaan itu dapat dibagi menjadi 3 pendapat, yaitu :
1)    Hadits dhaif tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal (Fadhail al a’mal) atau dalam hokum sebagaimana yang diberitahukan oleh Ibnu sayyid An-Nas dari Yahya bin Ma’in. pendapat pertama ini adalah pendapat Abu Bakar Ibnu Al-Arabi, Al-Bukhari, Muslim, dan Ibnu hazam.
2)    Hadits dhaif dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhail al-a’mal atau dalam masalah hokum (ahkam), pendapat Abu Dawud dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa hadits dhaif lebih kuat dari pendapat para ulama.
3)    Hadits dhaif dapat diamalkan dalam fadhail al-a’mal, mau’izhah, targhib (janji-janji yang menggemarkan), dan tarhib (ancaman yang menakutkan) jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani, yaitu berikut :
•    Tidak terlalu dhaif, seperti diantara perawinya pendusta (hadits mawdhu’) atau dituduh dusta (hadits matruk), orang yan daya iangat hapalannya sangat kurang, dan berlaku pasiq dan bid’ah baik dalam perkataan atau perbuatan (hadits mungkar).
•    Masuk kedalam kategori hadits yang diamalkan (ma’mul bih) seperti hadits muhkam (hadits maqbul yang tidak terjadi pertentanga dengan hadits lain), nasikh (hadits yang membatalkan hokum pada hadits sebelumnya), dan rajah (hadits yang lebih unggul dibandingkan oposisinya).
•    Tidak diyakinkan secara yakin kebenaran hadits dari Nabi, tetapi karena berhati-hati semata atau ikhtiyath.
e.    Tingkatan hadits dhaif
Sebagai salah satu syarat hadits dhaif yang dapat diamalkan diatas adalah tidak terlalu dhaif atau tidak terlalu buruk kedhaifannya. Hadits yang terlalu buruk kedhaifannya tidak dapat diamalkan sekalipun dalam fadhail al-a’mal. Menurut Ibnu Hajar urutan hadits dhaif yang terburuk adalah mawdhu’’, matruk, mu’allal, mudraj, maqlub, kemudian mudhatahrib.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembagian hadits bila ditinjau dari kuantitas perawinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawatir juga dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu : mutawatir ma’nawi dan mutawatir ‘amali. Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi dua macam, yaitu masyhur dan ghairu masyhur, sedangkan ghairu masyhur dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu, aziz dan ghairu aziz.
Sedangkan hadits bila ditinjau dari segi kualitas hadits dapat dibagi menjadi dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud. Hadits maqbul terbagi menjadi dua macam yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad yang shahih dan hasan, sedangkan hadits mardud adalah hadits yang dahif.
B. Saran-saran
Bahwa didalam mempelajari studi hadits hendaklah benar-benar mengetahui pembagian hadits baik dari segi kuantitas maupun kualitas hadits itu sendiri, supaya timbul ke ihtiyathan kita dalam menyampaikan hadits, dan untuk bias membedakan keshahihan suatu hadits harus mengetahui pembagian-pembagian hadits. Ditakutkan nanti kita termasuk golongan orang-orang yang menyebarkan hadits-hadits palsu.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Guang Persada Press, 2008
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah (cetakan keempat), 2010.

Senin, 20 Mei 2013

 http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/05/perkembangan-islam-abad-pertengahan-279557.html

Sejarah Peradapan Islam
(1250-1800)
Perkembangan Islam, mengalami dua fase yaitu fase kemajuan dan fase kemunduran. Fase kemajuan terjadi pada tahun 650 -1250 M yang ditandai dengan sangat luasnya kekuasaan Islam, ilmu dan sain mengalami kemajuan dan penyatuan antar wilayah Islam dan fase kemunduran terjadi pada tahun 1250 – 1500 M. yang ditandai dengan kekuasaan Islam terpecah-pecah dan menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah pisah.
Kemunduran Islam pada abad pertengahan, pada umumnya yang menjadi penyebab diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Tidak menjaga dengan baik Wilayah kekuasaan yang luas

  • Penduduknya sangat heteregin sehingga mengalami kendala dalam penyatuan

  • Para penguasanya lemah dalam kepemimpinannya

  • Krisis ekonomi

  • Dekadensi moral yang tidak terkendali

  • Apatis dan stagnasi dalam dunia iptek

  • Konflik antar kerajaan Islam
Terlebih lagi setelah, pasukan Mughal yang dipimpin oleh Hulagu Khan berhasil membumihanguskan Baghdad yang merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang kaya dengan ilmu pengetahuan, hal ini terjadi pada tahun 1258 M. Saat itu kekhalifahannya dipimpin oleh khalifah Al Mu’tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad.
Setelah Baghdad ditaklukkan Hulagu, umat islam dikuasai oleh Hulagu Khan yang beragama Syamanism tersebut, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat luar biasa. Wilayah kekuasaannya terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil yang tidak bisa bersatu, satu dan lainnya saling memerangi. Peninggalan-peninggalan budaya dan peradaban Islam hancur ditambah lagi kehancurannya setelah diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Timur Lenk.
Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800)
Keadaan perkembangan Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali walaupun tidak sebanding dengan masa sebelumnya ( klasik) setelah berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Mughal di India dan kerajaan Safawi di Persia. Diantara ketiga kerajaan tersebut yang terbesar dan paling lama bertahan adalah kerajaan Usmani.
Kerajaan Usmani
Kerajaan Utsmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina yang bernama Usmani atau Usmani I dan memproklamirkan diri sebagai Padisyah al Usman atau raja besar keluarga Usman tahun 1300 M (699 H). Kerajaan yang didirikan oleh Usmani ini selanjutnya memperluas wilayahnya ke bagian Benua Eropa. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M sehingga tahun 1326 M dijadikan sebagai Ibukota Negara.
Pada masa pemerintahan Orkhan, kerajaan Usmani menaklukkan Azmir tahun 1327 M, Thawasyannly tahun 1330 M, uskandar tahun 1338 M, Ankara 1354 M dan Gallipoli tahun 1356 M. Daerah-daerah tersebut adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani.
Kerajaan Usmani untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai Negara yang kuat terutama dalam bidang militer. Kemajuan-kemajuan kerajaan Usmani yaitu dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran, bidang ilmu pengetahuan dan budaya misalnya kebudayaan Persia,
Bizantium dan arab, pembangunan Masjid-Masjid Agung, sekolah-sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air villa dan pemandian umum dan di bidang keagamaan.misalnya seperti fatwa ulama yang menjadi hukum yang berlaku.
Kerajaan Usmani sepeninggal Sultan Al Qanuni, mengalami kemunduran yang disebabkan oleh berbagai problema sebagai berikut:
  1. Penduduknya sangat heterogen

  2. Tidak dapat menguasai wilayah yang luas

  3. Kepemimpinannya lemah

  4. Terjadinya dekadensi moral

  5. Krisis ekonomi dan

  6. Ilmu dan tekhnologi stagnan.
Kerajaan Safawi Di Persia
Kerajaan Syafawi, mulanya adalah sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil (Azerbaijan). Tarekatnya bernama tarekat Safawiyah, nama ini diambil dari nama pendirinya yang bernama Safi-Al Din dan nama Syafawi dilestarikan setelah gerakannya berhasil mendirikan kerajaan.
Jalan hidup yang ditempuh Al Din adalah jalan sufi dan mengembangkan tasawuf Safawiyah menjadi gerakan keagamaan yang sangat berpengaruh di Persia, Syiria dan Anatolia. Yang semula bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan memerangi orang-orang yang ahli bid’ah. Lama kelamaan pengikut tarekat Syafawiyah berubah menjadi tentara dan fanatik dalam kepercayaan dan menentang keras terhadap orang selain Syiah
Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi selanjutnya dipimpin oleh Ismail yang baru berusia tujuh tahun. Ismail beserta pasukannya yang bermarkas di Gilan selama limabelas tahun
mempersiapkan kekuatannya dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbeijan, Syiria dan Anatolia dan pasukan tersebut dinamai Qizilbash atau baret merah.
Saat kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukannya dapat mengalahkan AK Koyunlu di Sharur dan Tabriz sehingga Ismail memproklairkan dirinya menjadi raja pertama dinasti Syafawi dan berkuasa selama 23 tahun.
Masa keemasan kerajaan Syafawi terjadi pada masa kepemimpinan Abbas I yaitu di bidang pilitik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan Syafawi menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang diperhitungkan oleh lawan-lawannya terutama dibidang politik dan militer.
Setelah mengalami kejayaan, kerajaan Safawi tidak lama kemudian mengalami kemunduran penyebabnya adalah antara lain:
a. Kemerosotan moral para pemimpin kerajaan
b. Konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani dan
c. Pasukan yang dibentuk Raja Abbas I yaitu pasukan Ghulam tidak memiliki jiwa pratirotik
Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal adalah kerajaan yang termuda diantara tiga kerajaan besar Islam. Kerajaan ini didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530). Babur dengan bantuan Raja Safawi dapat menaklukkan Samarkhad tahun 1494 M. Tahun 1504 M dapat menduduki Kabul ibukota Afganistan. Setelah itu, Raja Babur mengadakan ekspansi terus-menerus.
Kerajaan Mughal mencapai jaman keemasan semasa Raja Akbar, persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi dengan baik dan mengadakan ekspansi sehingga dapat menguasai Chudar, Ghond, Chitor, Ranthabar, kalinjar, Gujarat, surat, Bihar, Bengal Orissa, Kashmir, Gawilgarth, Ahmadnagar, Narhala dan Ashirgah. Semua yang dikuasai kerajaan tersebut diperintah dalam suatu pemerintah militeristik.
Kemajuan – kemajuan kerajaan mughal diantaranya:
  1. Di bidang Ekonomi, mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Masalah sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian

  2. Di bidang seni dan budaya misalnya karya sastra gubahan penyair istana, penyair yang terkenal yaitu Malik Muhammad Jayazi dengan karyanya padmavat (karya yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia), karya-karya arsitektur seperti istana fatpur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid
Pada tahun 1858 M kerajaan Mughal juga mengalami kemerosotan, penyebabnya antara lain:
    1. Kemerosotan moral dan para pejabatnya bermewah-mewahan

    2. Pewaris kerajaan dalam kepemimpinannya sangat lemah dan

    3. Kekuatan mililernya juga lemah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Kebudayaan Pada abad Pertengahan
Dibeberapa wilayah kekuasaan Islam pada abad pertengahan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan mengalami perkembangan misalnya pada masa pemerintahan kerajaan Mongol dibangun
sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, filsafat, logika, geometri sejarah, geografi, matematika dan politik.
Di Mesir menjadi perkembangan ilmu pengetahuan seperti sejarah, astronomi, kedokteran, matematik dan ilmu-ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar seperti Ibn Khalikan, Ibn Khaldun dan Ibn Taghribardi. Di bidang astronomi dikenal nama nasir Al din Al Tusi. Di bidang Matematika Abu Faraj Al ‘Ibry. Bidang kedokteran : Abu Al Hasan, Ali Al Nafis yaitu penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia. Abd. Al Mun’im Al dimyatthi dokter hewan dan Al Razi psikoterapi. Dalam bidang opthamologi dikenal nama Salah Al Din ibn Yusuf dan yang terkenal sebagai pemikir dalam bidang keagamaan yaitu Ibn Taimiyah.
Pada masa Pemerintahan Mamud Ghazan yaitu raja ke tujuh Dinasti Ilkhan ia membangun perguruan tinggi untuk madzhab syafi;i dan hanafi, sebuah perpustakaan , observatorium dan gedung-gedung umum lainnya.
Pada masa kerajaan syafawi ilmu pengetahuan juga berkembang, ada beberapa ilmuan yang muncul diantaranya:
  1. Baha Al din Al Syaerazi yaitu generalis ilmu pengetahuan

  2. Sadar Al Din Al Syaerazi seorang filosof

  3. Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad ahli filosof, sejarah, teolog dan observer kehidupan lebah-lebah.
Pada abad pertengahan juga terdapat cendekiawan muslim seperti An Nuwairy, Ibnu Fadlullah, dan Jallaudiin As-Suyuti yang berhasil membuat buku yang berjudul Mausu’at yang berisi tentang kumpulan berbagai ilmu pengetahuan.
Selain itu dalam hal keagamaan, di abad pertengahan terdapat karya yang dibuat oleh sekelompok ulama India berupa buku atau kitab yang berjudul Al Fatawa Al Hindiyyah yang memuat tentang kumpulan fatwa Madzhab Hanafi. Buku atau kitab ini dibuat atas permintaan dari Sultan Abu Al Muzaffar Muhyiddin Aurangzeb sehingga kitabnya dikenal dengan sebutan Al Fatawa Al Alamgariyah.
Beberapa ulama besar di Mesir pada masa pemerintahan Mamluk terdapat ulama yang bernama Ibnu Hajar Al Asqalani dan Ibnu Khaldun. Ibnu Hajar memiliki hasil karya berupa buku yang berjudul Fath Al Bari fi Syarh Al bukhari yaitu ulasan tentang hadits-hadits Riwayat Al bukhari dan buku yang berjudul Bulughul Maram Min Adillah Al Ahkam yaitu kumpulan hadits hukum. Sedangkan Ibnu Khaldun tersohor dengan sejarawan dan sosiolog Islam, hasil karyanya yang terbesar adalah Al Ibar yaitu sejarah umum.
Ulama besar lainnya di abad pertengahan seperti Ibnu Katsir dengan tafsirnya Tafsir Al Qur’anul Adzim, Imam Nawawi dengan kitab haditsnya “ Riyadus Shalihin dan Jalaluddin Al Mahalli beserta Jalaluddin As-Suyuti dengan tafsir Jalalainnya.
Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Abad Pertengahan
Perkembangan kebudayaan Islam timbul setelah diawali sederetan kebudayaan manusia dan seiring dengan sederetan kebudayaan setelahnya. Kebudayaan-kebudayaan Islam pada abad pertengahan yang menonjol diantaranya:
Dalam perkembangan arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan Masjid yang indah seperti Masjid Al Muhammadi, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub Al Anshari dengan hiasan-hiasan kaligrafi yang indah. Selain itu terdapat 235 bangunan dibangun dan dikoordinasi oleh Sinan, arsitek yang berasal dari Anatolia. Perkembangan kebudayaan Islam tersebut terjadi pada masa kerajaan Usmani.
Pada masa kerajaan Safawi telah berhasil membuat Isfahan menjadi ibukota dan kota yang indah yang terdiri dari bangunan-bangunan seperti masjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan Istana Chihil Sutun, taman-taman wisata yang ditata dengan indah. Di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Dalam bidang seni, gaya arsitek bangunan-bangunannya sangat kentara, misalnya masjid Shah (1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah (1603 M. Unsur seni lainnya seperti kerajinan tangan, karpet, permadani, pakaian, keramik,tenunan, mode, tembikar, dan seni lukis.
Selain yang tersebut, perkembangan budaya Islam juga berkembang di kerajaan Mongol misalnya karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasaPersia maupun India. Malik Muhammad Jayazi adalah penyair India yang terkenal dan menghasilkan karya besar “Padmavat”, Abu Fadl dengan karyanya Akhbar nama dan Aini Akhbari yang memaparkan sejarah kerajaan Mongol dengan figure kepemimpinannya. Dalam hal seni terdapat karya-karya arsitektur yang indah seperti Istana Fatpur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid yang megah nan indah seperti masjid yang berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
Pada abad pertengahan muncul nama-nama yang terkenal yaitu para sastrawan yang hidup pada abad pertengahan yaitu diantaranya:
a. Fuzuli dengan karyanya yang berjudul Shikeyetname atau pengasuan. Ia tinggal di Irak dan
wafat tahun 1556
b. Jalaluddin Ar Rumi yang mendapat gelar Maulana atau tuan kami dengan karyanya Diwan Syams-I Tabriz yaitu kumpulan puisi yang terdiri dari 33.000 bait dan Masnawi yang terdiri dari 26.660 dan dibuat dalam waktu 10 tahun. Ia lahir di Afganistan tahun 1207 M dan wafat di Turki tahun 1273 M
c. Sa’adi Syiraj yaitu sastrawan dari Persia dengan karyanya yang berjudul Bustan atau kebun
buah dan Gulistan yang berisi tentang kata-kata mutiara, kisah-kisah, nasehat-nasehat,
renungan dan humor.
d. Fariduddin Al Attar dengan karyanya Mantiq At Tair atau musyawarah bunga,
Tadzkiratul Auliya dan Pend Namah atau kitab nasihat.
e. Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar Raniri dan Syamsudin Pasai, sunan kalijaga, sunan Bonang
dan Kiageng Selo. Karya-karya mereka berisi tentang nasehat-nasehat agama