Fiqih Muamalah dan Ruang Lingkupnya
FIQIH MUAMALAH DAN RUANG LINGKUPNYA
- A. Pengertian Fiqih Muamalah
- Fiqih
من يرد ا لله به خيرا يفقهه في الد ين
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang
baik di sisiNya, niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam)
dalam pengetahuan agama.”Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun ibadah sama dengan arti syari’ah islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Menurut Imam Haramain, fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad. Demikian pula menurut Al-Amidi, pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan yang tidak melalui jalur ijtihad(kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-masalah qath’i lainnya tidak bermasuk fiqih.
Hal tersebut menunjukkan bahwa fiqih bersifat ijtihadi dan zhanni. Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan dengan kata al-Islami sehingga terangkai al-Fiqih Al-Islami, yang sering diterjemahkan dengan hukum Islam yang memiliki cakupan sangat luas. Pada perkembanagn selanjutnya, ulama fiqih membagi menjadi beberapa bidang, diantaranya Fiqih Muamalah.[2]
- Muamalah
Muamalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Aturan agama yang mengatur hubunagn antara manusia dengan alam sekitarnya dapat kita jumpai seperti larangan mengganggu, merusak dan membinasakan hewan, tumbuhan atau yang lainnya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan oleh agama, perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan pemikiran tentang keadaan alam semesta.
Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa muamalah mempunyai ruang lingkup yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi, pendidikan serta sosial-budaya.[4] Firman Allah dalam surat an Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89)…
Artinya: “ Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu, untuk petunjuk dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang islam.”(QS.An-Nahl: 89)
- Fiqih Muamalah
- Fiqih muamalah dalam arti luas
- Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal distribusi harta waris.
- Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain. [6]
Berdasarkan pemikiran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.[7]
Aturan-aturan Allah ini ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemayarakatan. Manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktifitas manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Dalam Islam tidak ada pemishan antara amal perbuatan dan amal akhirat, sebab sekecil apapun aktifitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT agar kelak selamat di akhirat.[8]
- Fiqih muamalah dalam arti sempit:
- Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.
- Menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
Ciri utama fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan material dalam proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang dilakukan semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan material.
Tujuannya adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan hidup mereka.[10]
- B. Pembagian Fiqih Muamalah
- Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
- Munakahat (Hukum Perkawinan)
- Muhasanat (Hukum Acara)
- Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
- Tirkah (Hukum Peninggalan)
- Al-Muamalah Al-Madiyah
- Al-Muamalah Al-Adabiyah
Pada prakteknya, Al-Muamalah Al-Madiyah dan Al-Muamalah Al-Adabiyah tidak dapat dipisahkan.[11]
- C. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
- Al-Muamalah Al-Adabiyah. Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
- Al-Muamalah Al-Madiyah
- Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
- Gadai (rahn)
- Jaminan/ tanggungan (kafalah)
- Pemindahan utang (hiwalah)
- Jatuh bangkit (tafjis)
- Batas bertindak (al-hajru)
- Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
- Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
- Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
- Upah (ujral al-amah)
- Gugatan (asy-syuf’ah)
- Sayembara (al-ji’alah)
- Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
- Pemberian (al-hibbah)
- Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
- beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.[12]
- Pembagian hasil pertanian (musaqah)
- Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
- pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
- Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada nasabah/ Pembari modal (qiradh)
- Pinjaman barang (‘ariyah)
- Sewa menyewa (al-ijarah)
- Penitipan barang (wadi’ah)
- D. Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi
- Golongan orientalis, Von Kremaer, Ignaz Golziher dan Amon, berpendapat bahwa hukum Islam benar-benar dipengaruhi oleh hukum Romawi. Amon menyatakan bahwa syari’at Islam adalah hukum Romawi Timur yang sudah mengalami perubahan-perubahan dalam penyesuaiannya dengan masalah-masalah politik negara-negara Arab yang menjadi jajahannya.
- Golongan sarjana Muslim, Faiz al-Kuhri, Arif al-Naqdi, dan Syaikh Muhammad Sulaiman, berpendapat bahwa hukum Islam sama sekali tidak dipengaruhi oleh hukum Romawi, sebab hukum Islam dipraktikkan/diundangkan lebih dahulu daripada hukum Romawi, yakni hukum Romawi timbul setelah sarjana Barat mempelajari hukum Islam.
- Golongan moderat, Sayyid Muhammad Hafidz Shabri, Ahmad Amin, dan Syafiq Syahanah, berpendapat bahwa kedua pendapat diatas memiliki nilai kebenaran dan juga memiliki nilai kesalahan.[14]
Kedudukan wanita Romawi di bawah perintah kekuasaan kaum laki-laki selama hidupnya, wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk melakukan transaksi-transaksi harta kekayaan tanpa izin suami, sedangkan dalam hukum Islam tidak seketat itu walaupun harus diakui ada batasan-batasannya.
Pemindahan hutang (hiwalah) dalam hukum Romawi dilarang, sedangkan dalam hukum Islam dibolehkan menurut semua madzhab.[15]
DAFTRAR PUSTAKA
Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993
Suhendi, Hendi, Fiqih muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Zuhdi, Masjfuk, Studi Islam jilid III: Muamalah, Jakarta: Rajawali, 1988
[1] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 13
[2] Ibid, 13-14
[3] Ibid., 14
[4] Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid III: Muamalah, (Jakarta : Rajawali, 1988), 2-3
[5] Rachmad, Fiqih, 15
[6] Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), 70-71
[7] Ibid.
[8] Rachmad, Fiqih,15
[9] Ibid., 16
[10] Dede, Hukum Islam, 71
[11] Rachmad, Fiqih, 17
[12] Ibid., 18
[13] Dede, Hukum Islam, 75
[14] Hendi Suhendi, Fiqih muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 5-6
[15] Ibid, 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar